Kamis, 29 September 2011

KREATIVITAS DALAM KEPEMIMPINAN MILITER Tinjauan Psikologi


Widura IM

Yet without such visionaries and without innovation, a nation’s way of war becomes predictable ; and predictable means vulnerable. 
                                   Air Vice-Marshal R.A. Mason, RAF

Pendahuluan

Model pembinaan di lingkungan militer yang umumnya menekankan stimulasi pada aspek prosedur, ketaatan azas, dsb. serta gaya komunikasi bersifat instruksional dan satu arah sebenarnya tidak salah, namun memang kurang efektif bila diterapkan untuk mengembangkan fungsi-fungsi berfikir yang mengarah pada gagasan-gagasan kreatif.  Untuk tujuan pengkondisian atau pembentukan perilaku, model pembinaan dan gaya komunikasi tersebut cukup efektif dan tetap diperlukan.  Tetapi bila tujuan diarahkan untuk mengembangkan pola berfikir kreatif, diperlukan penyesuaian metode pembbinaan yang dapat merangsang fleksibilitas dalam berfikir.

Kreativitas merupakan potensi yang sulit dikembangkan bila pola dan metode pembinaan menekankan pada cara-cara instruksional dan satu arah.  Diperlukan pengembangan metode, bahkan mungkin penyesuaian lingkungan yang dapat memfasilitasi berkembangnya kreativitas.  Berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia di lingkungan militer, permasalahannya adalah apakah kreativitas cocok dan diperlukan di lingkungan militer yang secara universal menganut nilai-nilai konservatif dan corak berfikir konvensional.
Untuk itu perlu dikaji sejauh mana sebenarnya kreativitas diperlukan di dunia militer dan bila diperlukan bagaimana kiat mengembangkan kreativitas tanpa menghilangkan nilai-nilai dasar kemiliteran.   Untuk maksud tersebut tulisan ini akan mengulas kreativitas dan dunia militer sebagai latar belakang, kreativitas dalam hubungannya dengan proses berfikir dan aspek-aspek psikologis yang menyertainya, serta pendekatan untuk mendorong munculnya kreativitas.   Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai saran memecahkan permasalahan yang ada, namun lebih ditujukan sebagai informasi untuk meluaskan wacana pengetahuan yang berhubungan dengan kreativitas khususnya di lingkungan militer khususnya  di Angkatan Udara.

Kreativitas dan Dunia Militer

Adalah suatu hal yang menarik untuk mengulas kreativitas di lingkungan militer.  Sebenarnya sejauhmana kreativitas ini diperlukan?  dan bila diperlukan, bagaimana mengembangkannya?   Karena tak dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai dasar budaya militer secara universal mengarah pada konservatisme dengan sistem organisasi yang mekanistik.   Suatu lingkungan yang menganut nilai dan sistem yang menekankan keseragaman, hirarki, konformitas dan kepatuhan, top down communication, dan tidak mentolerir tindakan-tindakan di luar prosedur. (Morgan, 1986 ; Nasution, 1990)  Nilai-nilai yang tampaknya tidak memungkinkan untuk munculnya tindakan-tindakan yang didukung kreativitas.  

Sesuai tugasnya, personil militer disiapkan untuk menghadapi medan peperangan yang penuh dengan risiko bahaya.  Untuk itu dibutuhkan organisasi dan sistem yang dapat menjamin tugas dan tanggung jawab yang jelas, ketepatan bertindak, serta keselamatan.  Sejarah kemiliteran menunjukan bahwa sistem organisasi yang mekanistik, pada titik tertentu, dapat memberikan jaminan tersebut.  Dari aspek sosiobilitas dalam organisasi militer, konformitas, konsistensi dan kerjasama telah lama menjadi unsur-unsur yang dianggap penting untuk membangun semangat dan kepercayaan di antara para anggota satuan.  Ketergantungan yang saling menguntungkan (mutual dependency) di antara anggota satuan biasanya membutuhkan koordinasi, kerjasama dan kedisiplinan.  Dapat dikatakan satuan-satuan dalam organisasi kemiliteran menganut pola tersebut.  Namun disisi lain, tuntutan koordinasi dan kerjasama yang kuat cenderung menghambat tindakan mandiri dan inisiatif.   Pengalaman menunjukan ketidak mampuan mengambil inisiatif dan bertindak mandiri menghasilkan situasi yang tak menguntungkan terutama dalam menghadapi kondisi ambigus dan perubahan situasi yang tak terduga.   Situasi-situasi seperti ini tentunya menuntut kemampuan adaptasi dan inisiatif sekaligus kemampuan memecahkan permasalahan-permasalahan kompleks yang ditimbulkannya.  Suatu situasi dimana tuntutan koordinasi dan konformitas sering tidak menguntungkan dan organisasi dengan sistem mekanistik sering menemui keterbatasannya. (Klemm, 1986 ; Morgan, 1986) 

Memecahkan permasalahan dalam kondisi ambigus dan perubahan situasi tak terduga, membuat seseorang tidak cukup dibekali teori, prosedur atau cara bertindak berdasarkan paradigma konvensional.  Seringkali diperlukan kemampuan pemecahan masalah yang khas, tidak biasa namun efektif, yaitu kreativitas. Kondisi yang sama sebenarnya terjadi juga dalam menghadapi perkembangan teknologi yang sangat cepat dewasa ini.  Dan yang menarik, produk teknologi yang berkembang cepat tersebut sebagian besar digunakan di lingkungan militer.  Kondisi yang menuntut individu untuk mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi dan menyiasati perubahan teknologi dan menguasai teknologi itu sendiri termasuk permasalahan yang ditimbulkannya.  

Angkatan Udara sebagai organisasi militer dengan kekhasan padat teknologi, diproyeksikan untuk menghadapi situasi perang tetapi juga sekaligus pengguna produk teknologi dimana perkembangannya tidak jarang mendahului kesiapan personilnya dalam menguasainya.  Pada perang konvensional, asumsi seorang komandan lebih didasarkan atas informasi tentang disposisi satuan-satuannya dan keyakinannya bahwa satuan-satuannya akan bertindak sesuai perintah dan sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh selama latihan.  Sedangkan perang modern, khususnya peperangan udara, pertempuran lebih merupakan agregat dari sumberdaya (resources) dan satuan-satuan yang saling bergantung ; seperti ketepatan waktu dalam penempatan orang, pesawat, kesenjataan, komunikasi, dan dukungan logistik untuk mencapai konsentrasi kekuatan secara penuh sesuai kebutuhan agar operasi dapat dilaksanakan dengan meyakinkan.  Ditinjau dari sudut pandang ini, apakah kreativitas tidak diperlukan di Angkatan Udara ?

Kondisi-kondisi yang diuraikan sebelumnya jelas membutuhkan kesiapan personil.  Disamping tetap mempertimbangkan pentingnya nilai-nilai kemiliteran yang berlaku umum juga perlu mengembangkan kreativitas secara proporsional untuk menyiasati perkembangan teknologi beserta dampaknya pada taktik dan strategi  militer  Itu  sendiri.     Seperti dikatakan oleh  seorang tokoh air power, Air Vice-Marshal R.A. Mason (1986), aspek perilaku yang muncul sebagai konsekuensi dari nilai-nilai kemiliteran tidak harus dipertentangkan dengan perilaku yang menyertai kreativitas, keduanya harus dapat saling melengkapi (complementary).   Terpenting adalah bagaimana mengembangkan kreativitas untuk membangun kemampuan personil dan organisasi militer yang menyeluruh agar siap menghadapi peperangan modern. 
           
Kreativitas dan Proses Berfikir

            Kreativitas umumnya berkaitan dengan gagasan-gagasan original  dan praktis, yang relevan untuk memecahkan suatu masalah.   Penyelidikan tentang  pemecahan masalah secara kreatif berupaya untuk mendapatkan gambaran bagaimana gagasan original dan praktis ini muncul.   Individu sebenarnya tidak terlalu kesulitan untuk memunculkan gagasan yang original, biasanya yang lebih sulit adalah mengeluarkan gagasan yang original tapi juga praktis.  Gagasan yang original namun tidak praktis tak memenuhi kriteria kreativitas.  Gagasan seperti itu tidak realistik dan lebih bersifat khayalan.  Seperti penderita gangguan “psikotik”, mereka juga memunculkan gagasan original namun hal itu merupakan produk dari gangguan proses berfikir.  

Gagasan-gagasan original yang tidak biasa atau tidak umum, sering bertentangan dengan gagasan-gagasan lama.  Kerapkali gagasan-gagasan tersebut sulit diterima lingkungan terutama oleh lingkungan yang menganut nilai-nilai konservatif.   Namun demikian, gagasan-gagasan kreatif selalu bermanfaat dan efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks.   Matlin (1983), mengartikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menemukan pemecahan masalah yang tidak biasa (unusual) dan bermanfaat (useful). 
           
Seringkali orang-orang yang penuh dengan gagasan-gagasn original dipadankan dengan orang yang tidak tahu aturan, maunya sendiri, aneh, dsb.  Studi mengenai orang-orang kreatif ternyata memang melaporkan adanya kecenderungan tentang beberapa karakteristik kepribadian mereka yang khas. Mereka umumnya digambarkan sebagai individu yang memiliki kecenderungan individualistik dan mandiri, agak introvert, konformitasnya rendah, intuitif, dan berpusat pada diri sendiri. (Ellis & Hunt, 1993)   Dari sudut pandang aspek karakteristik kepribadian, memang agak sulit untuk dapat memandang mereka sesuai dengan nilai-nilai lingkungan yang berlaku di organisasi militer yang menekankan nilai-nilai konservatisme serta pentingnya konformitas, kerjasama, dan koordinasi.    Namun seperti dikatakan oleh Air Vice-Marshal R.A. Mason, kontradiksi-kontradiksi ini tidak perlu dipertentangkan melainkan bagaimana mengupayakan untuk saling melengkapi.  Pada saatnya individu-individu seperti ini sering diperlukan terutama dalam peperangan modern yang berlangsung cepat, berdaya hancur tinggi, dan melibatkan kekompleksan dukungan logistik, perlengkapan dan senjata, dimana situasinya unpredictable.  Bilamana perencanaan, organisasi, koordinasi, dan komunikasi mengalami kegagalan, maka para pemimpin harus mengandalkan kekuatan pribadi, kecerdikan, fleksibilitas, inisiatif, dan kejernihan berfikir yang kesemuannya ini dimiliki oleh mereka yang berkarakter kuat dan kreatif.

Studi lainnya tentang individu-individu yang kreatif menunjukan bahwa mereka biasanya cerdas.  Namun demikian, tidak selalu orang yang cerdas itu juga kreatif.   Hasil survey melaporkan bahwa pada kenyataannya individu-individu yang kreatif biasanya tidak “terlalu” cerdas namun well informed.  (Klemm, 1986)    Terlalu cerdas ternyata menimbulkan pola berfikir kaku atau terlalu “logic”, dan ini tidak mendukung fleksibilitas berfikir yang dibutuhkan dalam kreativitas.  Sedangkan well informed atau memiliki informasi yang baik -  khususnya tentang masalah yang dihadapi – dibutuhkan untuk memahami dan mengidentifikasi permasalahan.  

Bila kreativitas tidak mempersyaratkan pola berfikir terlalu “logic”, kemudian pada batas mana sebenarnya gaya berfikir yang proporsional diperlukan untuk mengembangkan kreativitas ?   Untuk menjawabnya, perlu difahami lebih dahulu perbedaan pola berfikir konvergen dan divergen.   Berfikir konvergen berhubungan dengan pola berfikir yang mengarah pada satu solusi tunggal, atau menarik kesimpulan logis dengan penekanan pada pencapaian hasil atau jawaban yang paling tepat.   Sedangkan berfikir divergen mengarah pada pemikiran yang menghasilkan berbagai alternatif pemecahan masalah dengan penekanan pada kuantitas, variasi dan relevansi solusi.
           
Dalam proses berfikir kreatif, terlibat beberapa potensi atau aptitude yang mendukungnya (Edwards, 1975 ; Ellis & Hunt, 1993).   Antara  lain ;  Kepekaan terhadap masalah, yaitu kemampuan melihat masalah dimana orang lain belum melihatnya.  Hal ini dapat berhubungan dengan kemampuan melihat kekurangan, kelemahan atau kekeliruan orang lain dalam melihat suatu obyek atau peristiwa.  Lainnya adalah fluency atau kelancaran berfikir yang merupakan kemampuan mencetuskan berbagai (atau banyak) gagasan alternatif yang mengarah pada pencapaian tujuan/pemecahan masalah.  Fleksibilitas berfikir, yaitu kemampuan untuk mengubah pendekatan, bebas dari kekakuan dalam memecahkan masalah.  Selanjutnya, originalitas yang berhubungan dengan kemampuan menciptakan cara pemecahan baru atau khas.  Redefinisi, kemampuan untuk memberi arti atau rumusan baru pada obyek atau masalah, dengan melepaskan pengertian yang lama, yang biasa, untuk memanfaatkannya sebagai cara-cara baru dalam memecahkan masalah.  Dan terakhir, elaborasi yaitu kemampuan mengembangkan suatu gagasan, konsep atau obyek, baik memperkaya dan/atau  merincinya.

Pertanyaan selanjutnya, apakah potensi-potensi yang mendukung kreativitas merupakan “bakat bawaan” atau dapat dikembangkan melalui pelatihan atau metode pembelajaran tertentu ?   Terdapat silang pendapat di antara para ahli dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.  Namun yang penting disini adalah kemampuan mendeteksi potensi-potensi tersebut dan mengembangkannya secara optimal melalui metode yang tepat dan efektif.   Jadi sebenarnya lebih penting untuk menyiasati lingkungan dalam mendorong munculnya kreativitas.

Aspek-aspek tersebut dapat digunakan untuk memahami potensi individu untuk selanjutnya dimanfaatkan titik tolak dalam mengembangkan kreativitasnya.  Misalnya, untuk meningkatkan kelancaran berfikir, individu distimulasi untuk mengungkapkan sebanyak mungkin gagasan alternatif berkenaan dengan suatu masalah tanpa takut dikritik atau berfikir bahwa gagasannya baik atau buruk, berguna atau tidak berguna.   Mereka dinilai baik bila dapat mengeluarkan gagasannya sebanyak mungkin.  Atau, untuk mengembangkan potensi elaborasi, ketika individu menghadapi suatu konsep atau objek tertentu, ia dituntut untuk merinci detil-detilnya.  Demikian pula dengan redefinisi, originalitas, dan kepekaan.


Pendekatan Dalam Mengembangkan Kreativitas

            Kreativitas merupakan sesuatu yang dapat tumbuh dan berkembang melalui pengaruh lingkungan dan pendidikan.  Disamping metode pendekatan yang telah disinggung sebelumnya, studi tentang bagaimana mengembangkan kreativitas dapat dilakukan melalui lingkungan yang sengaja dikelola.  

Menciptakan lingkungan yang tepat, dapat mengembangkan kreativitas karena ternyata kreativitas bersifat menular dan menjalar (contagious).   Suatu studi penelusuran riwayat hidup para pemenang hadiah Nobel di bidang kimia ternyata berasal dari satu lingkungan yang saling terkait.  Mereka mempunyai hubungan erat, entah sebagai guru dan murid, cucu murid, hubungan mentor atau rekan diskusi, dan luar biasanya kaitan ini berlangsung lebih dari 200 tahun tanpa terputus.   Kasus ini menunjukan bagaimana kreativitas dan inovasi dapat ditularkan melalui lingkungan orang-orang yang saling berhubungan dalam rentang waktu yang cukup lama.

Menumbuhkan harapan atau ekspaktasi untuk bertindak kreatif.  Inovasi mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan persepsi seseorang terhadap apakah ia diharapkan atau tidak diharapkan untuk bertindak kreatif.   Bila pimpinan mengharapkan bawahannya bertindak kreatif, maka bawahan biasanya akan melakukannya sesuai harapan pimpinannya.  Hal ini juga dapat disebabkan karena lingkungan memang mendorong untuk bersikap kreatif.

Adanya tantangan, karena tanpa tantangan maka tidak ada rangasangan yang akan memunculkan respon-respon kreatif.  Hanya perlu diwaspadai bahwa tantangan yang berlebihan dapat membebani emosi dan menyebabkan kontra produktif.   Selain tantangan, pendekatan lain yang mendukung adalah menempatkan individu dalam kelompok  yang setara.  Biasanya, orang-orang profesional ingin dihargai oleh rekan-rekan profesionalnya.   Bila mereka tahu bahwa keberadaannya tidak mendapatkan tanggapan dari rekan-rekannya, maka dorongan untuk berbuat yang terbaik umumnya tidak akan muncul.  Tapi bila rekan-rekan profesionalnya memberikan respek kepadanya ia akan terangsang untuk berbuat lebih baik lagi.            

Tempatkan individu-individu yang tepat dalam satu tim.   Orang-orang yang cemerlang akan saling menstimulasi untuk memunculkan gagasan yang kreatif, terutama bila masing-masing individu tersebut mempunyai latar belakang yang bervariasi dan memiliki keterampilan teknis dalam menangani permasalahan umum.

Menjaga individu tidak menjadi terlalu spesialis pada satu bidang.   Spesialisasi keahlian tentunya berguna karena merupakan syarat untuk menguasai keterampilan khusus.  Tetapi bila individu menjadi terlalu terspesialisasi (berlebihan), akan menghambat pemikiran kreatif.  Individu yang terlalu terspesialisasi, pengamatannya cenderung sempit dengan wawasan yang tak luas sehingga tidak dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang yang berguna untuk berfikir kreatif.   Tim kerja dengan anggota yang bervariasi latar belakang keahliannya dapat menciptakan rangsangan intelektual yang bermanfaat bagi evaluasi permasalahan dari berbagai perspektif serta mampu mengembangkan cara-cara baru dalam mengamati masalah maupun solusi masalah.

Memberikan penghargaan (rewards) bagi individu yang kreatif merupakan pendekatan lain yang cukup efektif.  Penghargaan ini dapat berupa materi maupun non materi, tidak harus mahal atau diberikan dalam suasana formal.  Asalkan difahami bahwa reward berkaitan dengan tindakan kreativitas, maka hal itu akan menjadi unsur penguat untuk mencetuskan gagasan-gagasan baru dan kreatif lainnya.
    
Menghilangkan ketakutan dan ancaman, ciptakan rasa aman.  Kreativitas dan inovasi tidak mungkin berkembang dalam atmosphere ketakutan, baik takut tidak mendapatkan dukungan administratif, rasa terancam, takut terhadap hukuman bila gagal, ataupun takut karena tidak cukup waktu.  Ketakutan disamping membelenggu munculnya gagasan-gagasan yang segar juga membuat energi terfokus pada usaha menghindari ketakutan yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan upaya-upaya kreatif.  

Merubah sikap yes-man dan konformitas yang berlebihan.   Salah satu musuh kreativitas adalah konformitas.  Adalah kenyataan bahwa setiap orang memiliki tingkat konformitas yang bervariasi, dan umumnya hal ini dipengaruhi oleh budaya dan pengaruh tekanan kelompok.   Survey Crutchfield (dalam Klemm, 1986) terhadap para profesional melaporkan bahwa skor konformitas di kalangan perwira militer lebih tinggi dibandingkan dengan profesional lainnya dari lingkungan perguruan tinggi dan industri.  Sehingga dapat difahami mengapa kadang-kadang agak sulit mengharapkan munculnya gagasan-gagasan inovatif dari lingkungan militer. 

Mengenali kesalahan dengan cepat.   Hal ini berhubungan dengan upaya memperbaiki kesalahan dengan cepat sehingga dapat diketahui cara lain yang lebih baik.  Atau, mengenali secara cepat gagasan yang baik.  Dengan lebih cepat mengenali gagasan yang baik, maka akan lebih efektif mengimplementasikan gagasan-gagasan tersebut.

Menciptakan iklim diskusi dan ketidak sepakatan.  Gagasan-gagasan baru sering muncul dari forum komunikasi yang terbuka antar rekan maupun atasan.  Iklim komunikasi yang mendukung kreativitas sering muncul dari situasi dimana ada keterbukaan dan dorongan untuk menyampaikan gagasan baru, bahkan/walaupun gagasan tersebut tidak dapat digunakan.   Suatu penelitian mengungkapkan bahwa produktivitas gagasan kreatif berkorelasi langsung dengan banyaknya individu yang terlibat dalam pertemuan dan seringnya mereka bertemu.

Mengoptimalkan interaksi antar pribadi.   Gagasan-gagasan baru dan segar sering muncul dari pertemuan-pertemuan antar pribadi yang jauh dari sekat-sekat birokrasi dan hubungan yang formal. 
             
Mengubah tim kerja secara periodik, khususnya untuk tim yang dituntut selalu menghasilkan gagasan-gagasan kreatif.   Perubahan tim secara periodik perlu dilakukan, karena usia suatu kelompok kerja yang terlalu lama akan menyebabkan konformitas yang kuat dan konsekuensinya menjadi kontraproduktif dalam kreativitas.  Hasil penelitian menyebutkan bahwa usia kelompok kerja paling kreatif dan produktif rata-rata tidak lebih dari 16 bulan.  (Klemm, 1986)  

Selanjutnya bagaimana gagasan-gagasan kreatif yang dihasilkan dapat ditindak lanjuti dengan bentuk-bentuk produk baru, (perangkat keras ataupun lunak seperti prosedur, aturan dsb.) yang bersifat terobosan dan efektif.   Hal ini berhubungan dengan bagaimana kemampuan untuk mengalihkan gagasan kreatif menjadi produk inovasi.  Mengutip pendapat ahli, kreativitas dan inovasi mempersyaratkan karakteristik individu yang berbeda.    Untuk menjadi individu inovatif, selain visionaire dan menciptakan gagasan-gagasan baru, juga kemampuan menginformasikan dan “menjual” secara efektif gagasan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan, merencanakan proses pengembangannya, dan mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.    Suatu kemampuan yang tidak cukup didukung bakat/talenta saja tetapi yang lebih penting adalah hasil pelatihan yang menunjang, pengalaman panjang, kematangan dan pribadi yang “bijak”.    

Diskusi

Setelah diketahui tentang metode berfikir kreatif dan kiat pendekatan dalam mengembangkan kreativitas, kemudian bagaimana implementasinya dalam organisasi ?  Mengulas implementasi tentang kreativitas, maka hal ini akan berkaitan dengan sejauh mana metode dan kiat pendekatan lingkungan dapat diterapkan di dalam organisasi, khususnya Angkatan Udara sebagai organisasi militer.  Mengulas uraian sebelumnya, tentunya dapat disepakati bahwa kreativitas penting untuk dikembangkan, terutama untuk mengantisipasi situasi ambigus dan tak dapat diprediksi atau permasalahan-permasalahan kompleks yang ditimbulkan oleh perubahan dan perkembangan teknologi yang cepat.

Sebenarnya bila diamati secara seksama, metode-metode berfikir kreatif sudah menjadi pokok bahasan dan telah diterapkan di lingkungan Angkatan Udara, terutama di lingkungan pendidikan pengembangan umum maupun dalam kelompok-kelompok kerja khusus.  Hanya saja, tampaknya, belum secara maksimal dapat diaplikasikan baik dalam sikap dan perilaku kerja sehari-hari atau respon organisasi secara keseluruhan.   Seringkali pemecahan masalah yang kreatif dan gagasan-gagasan segar hasil kerja kreatif tidak dimanfaatkan atau belum sepenuhnya dapat  diterima oleh lingkungan maupun organisasi.    Tampaknya memang masih dibutuhkan pribadi-pribadi yang memenuhi kriteria inovatif.

Kepustakaan

Edwards, M.O., (1975).  Doubling Idea Power.  Massachussette  :  Addison-Wesley.
Ellis, H.C. & Hunt, R.R., (1993).  Fundamentals of Cognitive Psychology, 5’th.ed.  LA  :  Wm.C.Brown Communication, Inc.
Klemm, W.R., (1986).  Leadership :  Creativity and Innovation. (Article prepared for AU-24, Concept for Air Force Leadership).
Mason, R.A., (1986).  Innovation and the Military Mind. (Adapted for AU-24 from Air University Review).
Matlin, M., (1983).  Cognition.  New York  :  CBS College Publishing.
Morgan, G., (1986).  Images Organization.  Newbury Park  :  Sage Publication, Inc.
Nasution, A.H., (1990).  Psikologi Militer - Reaksi Terhadap Kehidupan Militer, Majalah Tiara No. 10 Tahun I.
Pusat Psikologi (1976).  Kepemimpinan Militer, Cetakan II.  Bandung  :  Direktorat Jendral Kesehatan TNI Angkatan Udara.

Tidak ada komentar: